![]() |
Demontrasi Tahun 1998 |
Jakarta, Indonesia – Penulisan ulang buku tentang Tragedi 1998 yang menghilangkan detail penting mengenai kasus-kasus pemerkosaan telah memicu kontroversi besar. Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, yang bertanggung jawab atas revisi tersebut, mengatakan bahwa penghapusan detail tersebut dilakukan karena dianggap sebagai polemik dan kurangnya bukti otentik. Keputusan ini menuai kecaman keras dari berbagai pihak, terutama aktivis Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan).
Kontras, melalui pernyataan resminya, mengecam keras tindakan Menteri Fadli Zon. Mereka menilai penghapusan detail pemerkosaan dalam tragedi 1998 merupakan bentuk penghilangan fakta sejarah yang sangat serius dan melukai para korban. Pernyataan tersebut menekankan pentingnya dokumentasi yang akurat dan komprehensif atas pelanggaran HAM berat yang terjadi pada masa tersebut.
"Menghilangkan fakta pemerkosaan sama saja dengan mengingkari penderitaan para korban dan mengaburkan tanggung jawab para pelaku," tegas salah satu perwakilan Kontras dalam konferensi pers. Mereka mendesak Menteri Fadli Zon untuk merevisi kembali buku tersebut dan mengembalikan detail-detail penting yang telah dihilangkan. Kontras juga menyerukan kepada pemerintah untuk lebih serius dalam upaya pengungkapan kebenaran dan keadilan bagi korban Tragedi 1998.
Polemik ini memicu perdebatan sengit di masyarakat. Sebagian pihak mendukung keputusan Menteri Fadli Zon dengan alasan menjaga stabilitas sosial dan menghindari potensi konflik. Namun, sebagian besar masyarakat sipil, akademisi, dan aktivis HAM mengecam keras tindakan tersebut. Mereka menilai bahwa penghapusan fakta sejarah akan menghambat proses rekonsiliasi nasional dan mengulang kesalahan masa lalu.
Peristiwa ini kembali menyoroti pentingnya akuntabilitas pemerintah dalam menangani kasus pelanggaran HAM berat. Publik menuntut transparansi dan komitmen pemerintah untuk mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi para korban. Ke depan, diharapkan agar revisi sejarah dilakukan dengan keterlibatan para ahli sejarah, korban, dan lembaga HAM untuk memastikan akuratnya dokumentasi dan penghormatan terhadap hak-hak korban.