![]() |
Foto Demo Mahasiswa di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan atas kenaikan PBB (dok:PMII) |
"Ini alert ya, peringatan untuk pemerintahan (Prabowo-Gibran)," kata Yanuar, seperti dikutip dari bbc.com. Ia meyakini bahwa anggaran negara sedang dalam tekanan akibat utang jatuh tempo yang besar.
Menurut Yanuar, utang jatuh tempo yang harus dibayar pemerintah periode 2025-2027 mencapai Rp2.827 triliun. "Itu ada peningkatan belanja rutin pemerintah pusat karena harus bayar utangnya," jelasnya.
Selain itu, Yanuar juga menyoroti indikasi menurunnya daya beli masyarakat yang ditunjukkan dari deflasi yang terjadi sejak 25 tahun terakhir. Pemutusan hubungan kerja (PHK) juga terjadi secara bergelombang di sektor manufaktur maupun perhotelan.
Di sisi lain, pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) mengklaim terjadi pertumbuhan ekonomi selama April-Juni sebesar 5,12%. Namun, angka ini diragukan sejumlah kalangan karena dianggap tidak mencerminkan realitas yang ada.
"Intinya masyarakat lagi susah. Jadi menurut saya, jangan denial (menyangkal) terus, bahwa sebetulnya ekonomi kita juga sedang tidak baik-baik saja," kata Yanuar, seperti yang dilansir bbc.com. "Kan lebih baik kita itu bicara benar, bicara kesulitan, tapi dengan narasi yang benar, daripada kita berbohong seolah-olah tidak ada apa-apa."
Yanuar juga khawatir kericuhan di Pati, Jawa Tengah dapat meluas. Oleh karena itu, ia mendorong Pemerintahan Prabowo-Gibran kembali mengevaluasi makna dan implementasi penggunaan efisiensi anggaran.
Menurutnya, kebijakan-kebijakan yang diambil Pemerintahan Prabowo-Gibran selama ini "penting tapi tidak genting", seperti mempertahankan kabinet gemuk dan menambah markas untuk enam kodam baru TNI AD.
"Pemerintah kan harus melakukan adjustment (penyesuaian) dari sisi belanjanya. Jadi yang namanya efisiensi itu jangan omong-omong," tegas Yanuar.
Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) sekaligus juru bicara presiden, Prasetyo Hadi, membantah bahwa kenaikan PBB-P2 di daerah disebabkan oleh kurangnya alokasi anggaran dari pemerintah pusat.
"Tidak ada penyebabnya karena itu, bukan ya [kurang anggaran dari pusat]. Itu kan memang kebijakan-kebijakan setiap pemerintah daerah, dan memang berbeda-beda antara satu kabupaten dengan kabupaten yang lainnya," kata Prasetyo.