//]]> Elegi di Bawah Hujan Makassar -->

Menu Atas

close

Elegi di Bawah Hujan Makassar

Admin
Gambar AI
Hujan rintik membasahi pipi yang basah oleh air mata. Kenangan bersama Arman berputar bagai kincir angin tua di pelabuhan Paotere. Surat putus cinta itu masih terasa seperti sebilah pisau yang menusuk hati. Tapi, di balik air mata ini, tersimpan tekad untuk bangkit dan memulai hidup baru.

Hujan Makassar sore itu membasahi pipi yang tak kuasa lagi menahan air mata. Bunga kamboja di halaman rumah nenek seakan ikut berduka, menunduk lesu di bawah guyuran air. Dia, Aisha, duduk termenung di beranda, memeluk erat sebuah foto usang yang menampilkan senyum lelaki itu, Arman. Senyum yang kini terasa begitu jauh, sejauh jarak antara Makassar dan ujung dunia.

 

Kenangan berputar bagai kincir angin tua di pelabuhan Paotere. Tawa mereka yang menggema di antara deru ombak, janji-janji manis di bawah langit senja yang jingga, sentuhan tangan yang dulu terasa begitu hangat, kini hanya menyisakan dinginnya kesunyian. Arman, dengan segala kesempurnaannya, telah pergi. Meninggalkan Aisha dengan luka yang menganga di dada.

 

Surat putus cinta itu masih tersimpan rapi di laci meja rias. Tulisan tangan Arman yang dulu begitu indah dibaca, kini hanya terasa seperti sebilah pisau yang terus menusuk-nusuk hatinya. Kata-kata yang dulu begitu berarti, kini berubah menjadi racun yang perlahan-lahan meracuni jiwanya.

 

Aisha teringat nasihat neneknya, "Cinta itu seperti layangan, Nak. Kadang terbang tinggi, kadang jatuh ke tanah. Yang penting, kita harus tetap memegang tali, jangan sampai putus." Tapi, tali yang dipegang Aisha telah putus. Putus oleh angin perubahan, putus oleh jarak, putus oleh perbedaan.

 

Air mata Aisha terus mengalir, membasahi foto Arman. Dia menghapusnya perlahan, seakan menghapus kenangan pahit yang menoreh luka di hatinya. Namun, di balik air mata itu, tersimpan sebuah tekad. Tekad untuk bangkit, untuk melupakan, dan untuk menata hidup baru. Hujan di Makassar perlahan mereda, memberi ruang bagi mentari untuk kembali menyapa. Harapan baru mulai menyingsing di ufuk timur. Aisha bangkit, melepas pelukannya dari foto Arman, melangkah tegar menuju kehidupan yang baru. Kehidupan tanpa Arman, tetapi dengan harapan yang masih menyala.

 

Baca Juga:  Mentari Senja di Pantai Losari 

Klik Untuk Mengikuti Blog Jejak Pengabdi

Ikuti Jejak Pengabdi